Partner In Crime : Andri Husein a.k.a. Basir |
Mendapati kamera tidak berfungsi
dengan baik, membuat gue panik dan stress sendiri. Tanpa dokumentasi foto,
perjalanan yang sedang gue emban akan dianggap hoax. Gue bisa dituduh sebagai
penipu, mengada-ada, mendongeng khayal di siangbolong. Akhirnya tidak ada lagi
orang yang mau kenal sama gue. Teman-teman bakal ninggalin gue. Sedih. Terbayang bakal jadi orang paling kesepian di dunia.
Gue limbung. Linglung. Gak tau
lagi harus berbuat apa. Emang, gue juga bawa handycam. Tapi tetap aja
dokumentasi foto itu penting. Terutama buat narsis-narsisan di Facebook (Adi Ankafia) dan
Twitter (Follow @adiankafia).
Kami terus berjalan ke arah timur
menelusuri jalan Nguyen Du dalam kondisi saling diam. Gue terus saja mengutuki
kamera yang rusak. Basir terlihat geram sekali mendapati gue seperti putus asa
dan hilang harapan.
Tiba-tiba Basir mencengkeram
kerah jaket gue kemudian menghempaskan gue ke tembok salah satu kios yang ada
di sepanjang jalan Nguyen Du.
“Tatap gue, Di!” Bentaknya. Gue tetap
menunduk lunglai lalu merosot dinding terduduk lemas.
“Perjalanan kita masih panjang! Ini
baru awal dan lu gak boleh menyerah hanya gara-gara kamera busuk ini rusak!”
Celotehnya lagi. Gue tetap terdiam dengan pandangan kosong ke arah jalan. Motor
berlalulalang tak beraturan. Suara klakson bersahut-sahutan seperti masih menyambut
tahun baru yang sudah beberapa hari berlalu. Di tengah keriuhan tersebut, hati gue terasa hampa. Gue rapuh. Pikiran melayang ke mantan kekasih. Sedang apa dia ya? Sama siapa? Pacarnya
sekarang se-keren gue gak? Atau jangan-jangan dia balikan lagi sama mantannya dulu yang
Berkumis Nyuprus Ala Duta Sheila On Semprul Kelindes Truck Kontainer Bermuatan 8000 Kali Massa
Planet Jupiter, trus, obat cacingnya udah habis apa belum? Ah,
sudahlah, hidup emang terus berjalan. Tawa dan sedih hanya sebuah ekspresi. Kekhawatiran
dan simpati berlebih tidak akan membuat diri ini keluar dari labirin masalalu
yang rumit dan menyesatkan.
“Lu gak usah khawatir, kalau
untuk dokumentasi foto kita bisa mengandalkan hape Nokia gue.” Lanjut Basir
mencoba menenangkan gue walau masih dengan intonasi suara yang agak keras. Mungkin,
maksud dia untuk melecut kembali semangat gue yang sedang runtuh.
Basir menarik tangan gue untuk
berdiri dan segera melanjutkan seightseeing lagi. Dengan agak malas gue
mengikuti langkah Basir dari belakang. Sekira jarak kami sudah sekitar tujuh
meteran, Basir berhenti, menoleh ke belakang dan meneriaki gue :
“Woi! ADI ANKAFIA! Lu di depan! Lu kan yang
tau jalan! Secara lu itu anak GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM yang berlangganan
majalah NATIONAL GEOGRAPHIC TRAVELER!”
Hah! Gue terkesiap. Seperti terbangun
dari mimpi buruk melelahkan. Bener juga kata Basir. Bener banget malah, batin
gue.
Kami terhenti di perempatan jalan
antara Nguyen Du, Hai Ba Trung, dan Ly Tu Trong.
“Di, sebaiknya kita ke arah mana?”
Tanya Basir.
Gue terdiam lalu memejamkan mata, menarik nafas dalam-dalam,
menghirup udara Ho Chi Minh City, meresapinya. Bau khas masakan dari
kedai-kedai makan ala Vietnam menyeruak tajam menyusupi hidung, merasuki nadi-nadi gue, mengaliri
darah menuju hingga ke otak.
“Hufff! Feeling gue, sih, kita belok
kiri aja. Ke arah utara.” Jawab gue penuh percaya diri. Basir menepuk-nepuk
pundak gue sambil tersenyum.
“Lu emang mirip Johnny Depp.”
Sambung Basir lempang. Orang-orang yang berseliweran di sekitar kami langsung
batuk-batuk.
“Ehm! Sir, Zodiac gue dan Johnny Depp
sama-sama Gemini.” Info tambahan dari gue. Cool.
Gaya bangunan di sepanjang jalan
raya Hai Ba Trung mengingatkan gue tentang Aceh. Pada umumnya berlantai dua
hingga tiga. Lantai paling bawah untuk usaha, lantai dua sebagai tempat
tinggal, dan lantai tiga (jika ada) sebagai gudang atau kadang disewakan
semacam kost-kost-an gitu.
Masih sama, di trotoar jalan Hai
Ba Trung juga banyak terdapat penjaja street food dengan dingklik-dingklik
plastik kecil. Orang-orang tampak asik menikmati kopi atau sarapan pho atau
nasi dengan lauk daging babi. Sepertinya ini sudah menjadi salah satu budaya/tradisi
sekaligus daya tarik Vietnam dari ujung selatan (Ho Chi Minh City) hingga ujung
utara (Hanoi).
Namun, lebih dari itu, yang
membuat excited adalah, tak dinyana, kami telah berada di depan Central Post
Office Ho Chi Minh City yang arsitekturnya kental akan nuansa eropa,
terutama Prancis.
“Oh, my GOD!” gumam gue lirih
terkagum-kagum. “Sir, buruan foto gue pake hape Nokia lu!” Gue segera mengambil
posisi tepat di tengah di bawah jam dindingnya yang terlihat elegan. Gak kebayang,
didukung wajah gue yang photogenic, hasilnya pasti bakal fenomenal. Akan banyak
majalah-majalah yang berebutan memajang foto gue sebagai cover demi mendongkrak
penjualan.
Basir tidak segera mengambil pose
gue yang udah oke banget. Dia malah cengangas cengenges gak jelas.
“Ayo! Buruan, Sir!, ntar kita gantian.”
Teriak gue lagi gak sabar.
“hehehehe... sebenarnya hape gue
baterainya udah habis sejak semalam, belum gue cas.” Ujar Basir sambil
cengar-cengir tanpa dosa.
Gue : *tepok Jidat
To Be Continued ...
To Be Continued ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar