Nyesek adalah: ketika pulang
kerja pengen nonton, ternyata dimana-mana lagi booming muterin Breaking Down
Part II, trus pas balik arah mau makan di food court ketemu serombongan
cowok-cewek dengan make up dipucat-pucatin ala vampire. Dooorrr! Mampus!
Pertama kali gue iseng baca novel
Twilight karya Stephenie Meyer di Gramedia Books Store Botani
Square Bogor, baru prolognya aja (dan gak selesai) udah langsung gue lempar.
Namun sialnya pada saat sekuel kedua (New Moon) dan ketiga (Eclipse) diputar di
bioskop, gue terbawa keharusan menemani pacar nonton film-film tersebut. Gue
gak nangkep. Gue gak ngerti. Dan gue makin bingung kenapa film semembosankan
itu bisa sold out. Yah! Gue gak bisa menyalahkan siapa-siapa karena sudah
menjadi hak masing-masing untuk menyukai apa. Mungkin gue emang beda dengan
mereka (para penggila Twilight Saga).
Dan anehnya lagi.
Ini menurut gue. Film-film lain yang dibintangi oleh aktor/aktris utama di seri
Twilight juga tidak kalah membosankan. Gue sampai mengklasifikasikan si Robert
Pattinson sebagai aktor spesialis film-film datar nan membosankan. Satu contoh
kasus di luar seri Twilight, yaitu Remember Me.
Tapi, ya udahlah,
dan sebelum tulisan ini menjadi semacam review film penuh caci maki, mari kembali
ke cerita utama.
Pagi itu, 04 Januari 2012, tiket menuju Siem Reap – Cambodia telah
kami dapatkan untuk pemberangkatan pukul 00.00 waktu setempat. Alasan kami memilih
jadwal tersebut tentunya untuk menghemat biaya penginapan. Biasalah kalo
gembel, mah. Karyawan Friends Travel sangat ramah. Mereka menyarankan kami
untuk ikut tour sehari menuju obyek-obyek wisata perang di Ho Chi Minh City. Karena
kami tidak tertarik, akhirnya salah seorang karyawan menghimbau (halah! kayak Presiden
aja) kami untuk jalan-jalan keliling kota aja demi menghabiskan waktu sehari
terakhir di Ho Chi Minh City. Sebelum melangkah, mereka menawarkan agar
backpack kami ditinggalkan di agen travel. Kami sempat berprasangka yang
tidak-tidak walaupun mereka menjamin keamanannya. Namun, setelah kami melihat
ada banyak backpack milik turis lain yang sebagian juga bakal satu bis menuju
Siem Reap, kami baru percaya.
Sebenarnya harga
tiket bis-bis dalam kota Ho Chi Minh City tidaklah mahal. Kisarannya 4000 VND (Rp.2000)
sampai dengan 8000 VND-an (Rp. 4000). Sambil memegang map city dari agen
travel, gue menatap Basir dan bertanya : “Sir, gimana kalo kita keliling kotanya
JALAN KAKI
aja, waktu yang kita punya cukup banyak, piye?”. Basir hanya mengulum senyum
dengan ekspresi wajah yang men-ejawantah-kan sebuah jawaban retoris nan
diplomatis : ‘Menurut, loh!’.
Beberapa dari
sekian banyak hal menarik yang gue suka di Ho Chi Minh City adalah : trotoarnya
luas-luas walaupun lalu lintas semrawut. Wanita-wanita langsing (tidak terkesan
kurus) berkulit kuning langsat. Bangunan-bangunan peninggalan penjajah yang
terawat dengan baik. Pemerintah setempat nampaknya sangat serius mengelola bidang
pariwisata untuk meningkatkan pemasukan devisa.
Wisata itu tidak
harus/tidak terbatas pada menyambangi obyek-obyek yang touristy. Yang banyak
terpampang di brosur-brosur paket wisata dengan slogan-slogan khasnya. Menikmati
dan mempelajari tata kota juga sangat menarik dan inspiratif. Di Ho Chi Minh
City, gue, sama sekali tidak takut kesasar. Ya, walaupun bagi gue, kesasar itu
bukan kesasar (salah jalan/salah arah), kesasar adalah berjodoh pada suatu
tempat yang tidak kita pikirkan sebelumnya. Tapi, lebih dari itu, tata kota Ho
Chi Minh City sangat mudah dipahami.
Imbas dari harga
impor sepeda motor yang sangat murah, khususnya dari RRC, membuat jumlah sepeda
motor membludak di jalan karena sebagian besar penduduk setempat mampu membeli,
sehingga Ho Chi Minh City dapat pulak julukan Kota Sepeda Motor.
Kami terus berjalan
menyusuri lorong-lorong diawali dari Pam Ngu Lao Street terus menuju utara melintasi
Ben Tanh Market belok kiri ke Nguyen Trung Tuc. Tak disangka tak dinyana, di
ujung jalan kami mendapati Independence Palace.
To Be Continue...
Bener, di saigon, saya yg ga terbiasa baca peta pun sama sekali gak kesasar. Tata kotanya jauuhhh lebih bagus dari Jkt
BalasHapusBener, Mbak, peninggalan Prancis, sama kayak di Pnomh Penh dan Siem Reap (Cambodia), tata jalannya sangat mudah dipahami
BalasHapus