Sabtu, 17 November 2012

Jalan Kaki Keliling Ho Chi Minh City #PartOne



Nyesek adalah:  ketika pulang kerja pengen nonton, ternyata dimana-mana lagi booming muterin Breaking Down Part II, trus pas balik arah mau makan di food court ketemu serombongan cowok-cewek dengan make up dipucat-pucatin ala vampire. Dooorrr! Mampus!

Pertama kali gue iseng baca novel Twilight karya Stephenie Meyer di Gramedia Books Store Botani Square Bogor, baru prolognya aja (dan gak selesai) udah langsung gue lempar. Namun sialnya pada saat sekuel kedua (New Moon) dan ketiga (Eclipse) diputar di bioskop, gue terbawa keharusan menemani pacar nonton film-film tersebut. Gue gak nangkep. Gue gak ngerti. Dan gue makin bingung kenapa film semembosankan itu bisa sold out. Yah! Gue gak bisa menyalahkan siapa-siapa karena sudah menjadi hak masing-masing untuk menyukai apa. Mungkin gue emang beda dengan mereka (para penggila Twilight Saga).

Dan anehnya lagi. Ini menurut gue. Film-film lain yang dibintangi oleh aktor/aktris utama di seri Twilight juga tidak kalah membosankan. Gue sampai mengklasifikasikan si Robert Pattinson sebagai aktor spesialis film-film datar nan membosankan. Satu contoh kasus di luar seri Twilight, yaitu Remember Me.

Tapi, ya udahlah, dan sebelum tulisan ini menjadi semacam review film penuh caci maki, mari kembali ke cerita utama. 

Pagi itu, 04 Januari 2012, tiket menuju Siem Reap – Cambodia telah kami dapatkan untuk pemberangkatan pukul 00.00 waktu setempat. Alasan kami memilih jadwal tersebut tentunya untuk menghemat biaya penginapan. Biasalah kalo gembel, mah. Karyawan Friends Travel sangat ramah. Mereka menyarankan kami untuk ikut tour sehari menuju obyek-obyek wisata perang di Ho Chi Minh City. Karena kami tidak tertarik, akhirnya salah seorang karyawan menghimbau (halah! kayak Presiden aja) kami untuk jalan-jalan keliling kota aja demi menghabiskan waktu sehari terakhir di Ho Chi Minh City. Sebelum melangkah, mereka menawarkan agar backpack kami ditinggalkan di agen travel. Kami sempat berprasangka yang tidak-tidak walaupun mereka menjamin keamanannya. Namun, setelah kami melihat ada banyak backpack milik turis lain yang sebagian juga bakal satu bis menuju Siem Reap, kami baru percaya.

Sebenarnya harga tiket bis-bis dalam kota Ho Chi Minh City tidaklah mahal. Kisarannya 4000 VND (Rp.2000) sampai dengan 8000 VND-an (Rp. 4000). Sambil memegang map city dari agen travel, gue menatap Basir dan bertanya : “Sir, gimana kalo kita keliling kotanya JALAN KAKI aja, waktu yang kita punya cukup banyak, piye?”. Basir hanya mengulum senyum dengan ekspresi wajah yang men-ejawantah-kan sebuah jawaban retoris nan diplomatis : ‘Menurut, loh!’.

Beberapa dari sekian banyak hal menarik yang gue suka di Ho Chi Minh City adalah : trotoarnya luas-luas walaupun lalu lintas semrawut. Wanita-wanita langsing (tidak terkesan kurus) berkulit kuning langsat. Bangunan-bangunan peninggalan penjajah yang terawat dengan baik. Pemerintah setempat nampaknya sangat serius mengelola bidang pariwisata untuk meningkatkan pemasukan devisa.

Wisata itu tidak harus/tidak terbatas pada menyambangi obyek-obyek yang touristy. Yang banyak terpampang di brosur-brosur paket wisata dengan slogan-slogan khasnya. Menikmati dan mempelajari tata kota juga sangat menarik dan inspiratif. Di Ho Chi Minh City, gue, sama sekali tidak takut kesasar. Ya, walaupun bagi gue, kesasar itu bukan kesasar (salah jalan/salah arah), kesasar adalah berjodoh pada suatu tempat yang tidak kita pikirkan sebelumnya. Tapi, lebih dari itu, tata kota Ho Chi Minh City sangat mudah dipahami.

Imbas dari harga impor sepeda motor yang sangat murah, khususnya dari RRC, membuat jumlah sepeda motor membludak di jalan karena sebagian besar penduduk setempat mampu membeli, sehingga Ho Chi Minh City dapat pulak julukan Kota Sepeda Motor.

Kami terus berjalan menyusuri lorong-lorong diawali dari Pam Ngu Lao Street terus menuju utara melintasi Ben Tanh Market belok kiri ke Nguyen Trung Tuc. Tak disangka tak dinyana, di ujung jalan kami mendapati Independence Palace.

To Be Continue...

2 komentar:

  1. Bener, di saigon, saya yg ga terbiasa baca peta pun sama sekali gak kesasar. Tata kotanya jauuhhh lebih bagus dari Jkt

    BalasHapus
  2. Bener, Mbak, peninggalan Prancis, sama kayak di Pnomh Penh dan Siem Reap (Cambodia), tata jalannya sangat mudah dipahami

    BalasHapus