Rabu, 31 Oktober 2012

Bis Nomor 152 ---> Ben Tanh Market ---> 23/9 Park ---> Sarapan



Pukul enam seperempat pagi, gue terbangun karena raungan mesin pengepel lantai bandara yang dijalankan oleh salah seorang cleaning service. Tingkat kebisingannya menyamai alat penyemprot nyamuk demam berdarah di perumahan-perumahan yang banyak dihuni ibu-ibu muda usia 32 s.d. 38 tahunan yang masih tetap cantik (tanpa make up berlebih) dan sexy (apalagi kalau pake daster atau rok panjang) meski sudah punya tiga anak. Setelah menyelesaikan ritual cuci muka plus gosok gigi, gue dan Basir segera menuju halte pemberhentian bis nomor 152 jurusan Ben Tanh Market yang terletak persis di seberang pintu kedatangan Tan Son Nhat International Airport.

Sejatinya, harga tiket bis dari bandara sampai tujuan akhir Ben Tanh Market hanya 4000 VND (Rp. 2000) per orang. Tapi entah diakali atau bagaimana, backpack kami juga dihitung layaknya penumpang. Jadinya total dua kepala ditambah dua backpack bayar 20000 VND (Rp. 10000). Ya udahlah, gak masalah, daripada ribut. Toh juga gak terlalu mahal. Kecuali kalau sang sopir juga menginginkan keperjakaan kami. Ceritanya bakal lain.

Geliat Ho Chi Minh City mulai terlihat. Motor-motor tumpah ruah bak serangga sedang mencari mangsa. Lalu lintas begitu semrawut. Orkestrasi klakson memekakkan telinga. Di dalam bis, disamping tempat duduk gue, seorang pemuda lokal membuka perbincangan. Dia bertanya mengenai tujuan kami dan menawarkan diri sebagai guide. Gue menolak secara halus dengan alasan sudah ada teman yang menjemput dan bakal menemani keliling Ho Chi Minh City. Pemuda tersebut masih bersikeras namun gue tidak menggubrisnya. Merasa usahanya bertepuk sebelah tangan, tak lama kemudian dia turun di salah satu sudut jalan. “Have a nice trip, take care your belongings” pesannya sebelum turun. “Thanks” jawab gue singkat.

Lima belas menit kemudian, kami telah menginjakkan kaki di terminal Ben Tanh Market. Rasanya amazing banget. Seolah dengan adegan slow motion, gue dan Basir berjalan keluar terminal melewati keriuhan para tukang ojek yang menawarkan jasa serta penjaja makanan ala kaki lima. Persis seperti videoklip Truly Madly Deeply-nya Savage Garden. Basir sebagai Darren Hayes sedangkan gue Daniel Jones (maksa). Sejenak kami menikmati hiruk pikuk pagi pertama di sisi bundaran Truong Tran Nguyen Han - Ho Chi Minh City. Speechless.

Pas lagi asik foto-foto di depan area 23/9 Park, seberang terminal Ben Tanh, kami didatangi dua tukang becak yang gencar menawarkan trip keliling kota menuju obyek-obyek wisata yang rata-rata memamerkan rongsokan kendaraan peninggalan perang Vietnam. Gue dan Basir tidak tertarik sama sekali. Secara harganya juga –yang pasti- bakalan dibohongi. Kami menolak dan segera beranjak untuk mencari lokasi strategis buat sarapan. Lapar tak terkira. Dari semalaman belum makan.

Di salah satu sudut dalam area 23/9 Park, Basir membuka backpacknya dan mengeluarkan bekal makanan yang sengaja dibawa dari Indonesia. Pagi itu menu sarapan kami adalah : Roti Tawar Selai Kacang Lapis Keju Cheddar Kraft Topping Gula Pasir A la Gembel Mbambung. Lumayan manis dan cukup memberi energi.

To Be Continued .....

2 komentar:

  1. Hehehe. Ntah kenapa ya, petugas2 di viet english nya very too bad. Padahal mereka kan di jajah amrik cukup lama ?

    BalasHapus
  2. wakakakakak... kapan kita berpetualang lagi, bro?

    BalasHapus